Info

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Sang Penyebar Sunnah yang Berpulang

×

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Sang Penyebar Sunnah yang Berpulang

Sebarkan artikel ini
Pendakwah Salafi, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

INFO24.ID – Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kabar duka menyelimuti dunia dakwah Indonesia. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas telah berpulang pada Kamis, 11 Juli 2024.

Beliau meninggal pada usia 61 tahun di rumah duka di Bogor, Jawa Barat, setelah menunaikan ibadah haji. Berita ini cepat menyebar di media sosial, salah satunya melalui Ustadz Firanda.

“Kami, keluarga besar Ustadz Firanda Andirja dan tim UFA OFFICIAL, turut berduka cita atas wafatnya guru kami tercinta, Ustadzuna Yazid bin Abdul Qadir Jawas,” tulis Ustadz Firanda di akun Instagram pribadinya.

“Semoga Allah merahmatinya, mengampuni dosa-dosanya, dan menerima amal ibadahnya, serta menempatkannya di Surga-Nya. Aamiin ya robbal alamiin,” lanjutnya.

Bagi sebagian orang, nama Ustadz Yazid Jawas mungkin belum familiar. Namun, bagi kalangan Salafi, beliau adalah tokoh yang sangat dikenal. Berikut profil singkat tentang Ustadz Yazid bin Abdul Qadir.

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir adalah seorang pendakwah, mubaligh, penulis, dan tokoh Salafi di Indonesia. Beliau lahir di Kebumen pada tahun 1963, tetapi besar di Bogor. Pendakwah yang mengikuti manhaj Salaf ini wafat pada Kamis, 11 Juli 2024/03 Muharram 1446 H.

Ustadz Yazid dikenal sebagai pendakwah yang sangat giat menyebarkan sunnah. Selain membina Pesantren Minhajus Sunnah di Dramaga, Bogor, beliau juga aktif memberikan kajian dan tabligh akbar di berbagai kota di Indonesia.

Baca Juga: Kasus Pegi Setiawan, Polri Terbuka Terhadap Kritik dan Siap Evaluasi Diri

Ceramah-ceramahnya kerap memicu kritikan dari berbagai kalangan, terutama yang berbeda pandangan. Salah satu bukunya yang berjudul Mulia dengan Manhaj Salaf pernah dikritisi oleh Habib Rizieq Shihab karena dianggap menyebarkan paham Wahabisme di Indonesia.

Terlepas dari kontroversi, beliau adalah ulama Indonesia lulusan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) dan merupakan murid dari guru besar Universitas Islam Madinah, Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Abbad. Ustadz Yazid juga pernah berguru kepada salah satu ulama Sunni dari Makkah, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.

Mengutip repository.iankudus.ac.id, pada awal dekade 1980-an Ustadz Yazid Jawas menimba ilmu di Ma’had al-‘Ulum al-Islamiyyah wal-‘Arabiyyah fi Indunisia atau lebih dikenal sebagai LIPIA. Ma’had tersebut berada di bawah naungan Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa’ud Riyadh.

Beliau juga pernah belajar dengan seorang profesor dari Arab Saudi, Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq, dosen Universitas Jami’ah Al-Islamiyah di Madinah. Selain itu, beliau juga mengikuti kelas khusus di majelis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Usaimin di Unaizah.

Pada awal tahun 1990-an, Ustadz Yazid Jawas mengembangkan dakwah bersama Abu Nida, Ja’far Umar Thalib, dan Yusuf Usman Baisa yang juga alumni LIPIA dengan menggelar dauroh di pesantren Ibnu Qayyim Sleman, Yogyakarta. Dauroh tersebut mendapat dukungan dari DII.

Kemudian, beliau bersama Ja’far Umar Thalib diajak oleh Abu Nida untuk mendirikan Yayasan As-Sunnah pada 1992, bersamaan dengan pembangunan masjid di Degolan, Kaliurang, Yogyakarta. Ustadz Yazid juga menjalankan pondok Pesantren al-Irsyad, Tengaran, Salatiga, Jawa Tengah atas dasar tugas dakwah dari LIPIA.

Kegigihannya dalam menyebarkan ajaran Salafi membuat pesantren tersebut menjadi salah satu mata rantai terpenting dalam jaringan penyebaran gerakan Salafi di Indonesia. Pada 1994, beliau juga menjabat sebagai direktur pertama majalah As-Sunnah.

Pada awalnya, orang-orang yang pernah belajar di Saudi Arabia seperti Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Abdul Hakim, dan Badrusalam merupakan asatidz kelompok Salafi.

Setelah menyelesaikan studi di Saudi Arabia dengan Prof. Dr. Syaikh Abdurrazzaq, Ustadz Yazid kembali ke kampung halamannya dan mengembangkan dakwah Salafi dengan mengadakan pengajian di masjid-masjid yang berbasis Muhammadiyah di sekitarnya.

Beberapa tahun kemudian, mereka membangun masjid dan membuat kelompok-kelompok pengajian Salafi. Ceramah-ceramahnya sering kali menimbulkan ketidaksetujuan dari masyarakat karena isi dakwahnya yang dianggap meresahkan.

Namun, para tokoh Salafi tersebut tidak pantang menyerah dalam menyebarkan dakwahnya. Mereka melakukan dakwah melalui jalur pendidikan, media radio, dan majalah.

Bersama Abu Yahya Badrusalam, Ustadz Yazid mendirikan Radio Rodja pada 2004 dengan tujuan agar dakwah Salafi tidak hanya menjangkau masyarakat di Bogor, tetapi seluruh Indonesia.

Hingga saat ini, mereka juga aktif berdakwah melalui media sosial seperti YouTube, Instagram, dan lainnya.