INFO24.ID – Saat ini, masyarakat sedang ramai memperbincangkan keputusan untuk menghapus sejumlah jurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat.
Langkah ini diambil oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai bagian dari upaya pematangan menuju jenjang perkuliahan.
Penghapusan jurusan seperti IPA, IPS, dan Bahasa bertujuan untuk mengimplementasikan kebijakan Kurikulum Merdeka.
Anindito, selaku Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, menegaskan bahwa kebijakan ini dirancang untuk memberikan kebebasan kepada siswa SMA sederajat dalam mengekspresikan minat dan bakat mereka.
“Siswa kelas 11 dan 12 di sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka kini dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, kemampuan, serta aspirasi studi lanjut dan karier mereka,” ungkap Anindito.
Mulai tahun ajaran baru 2024/2025, langkah ini akan diterapkan secara bertahap di semua SMA sederajat di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Mudah dan Cepat! Panduan Lengkap Mengunduh dan Menginstal Dapodik Versi 2025
Anindito juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar siswa dapat lebih fokus mempersiapkan karier masa depan mereka.
Menurut Anindito, klasifikasi siswa ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa selama ini dianggap menghambat pelaksanaan Kurikulum Merdeka.
“Persiapan yang lebih terfokus dan mendalam sulit dilakukan jika siswa masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” jelasnya.
Selain memberikan keleluasaan bagi siswa dalam mengembangkan bakat dan minat, kebijakan ini juga bertujuan menghapus stigma negatif terhadap jurusan non-IPA, seperti IPS dan Bahasa, yang sering dianggap memiliki status lebih rendah dibandingkan IPA.
“Penghapusan jurusan di SMA juga diharapkan akan menghilangkan diskriminasi terhadap siswa non-IPA dalam seleksi nasional masuk perguruan tinggi,” tambahnya.
Meskipun kebijakan ini dianggap baik, namun dampaknya pada guru yang mengajar mata pelajaran non-favorit seperti bahasa dan sejarah perlu diperhatikan.
Ada kekhawatiran bahwa siswa SMA sederajat mungkin tidak mendapatkan pelajaran yang beragam dan hanya fokus pada mata pelajaran yang disukai.
Diharapkan kebijakan ini dapat terus berlanjut dan tidak berubah, meskipun masa jabatan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek akan segera berakhir.
Dengan demikian, penerapan kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan pendidikan di Indonesia, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendorong siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal tanpa terikat oleh klasifikasi jurusan yang kaku.