INFO24.ID – Pemerintah akan menerapkan kebijakan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi mulai bulan depan, sebagai langkah strategis untuk memastikan subsidi tepat sasaran.
Mulai 01 Oktober 2024, masyarakat dengan jenis kendaraan tertentu akan dilarang membeli Pertalite. Kebijakan ini menargetkan pembatasan distribusi BBM subsidi hanya untuk motor dan mobil tertentu, dengan tujuan utama agar subsidi ini tidak salah sasaran dan hanya dinikmati oleh mereka yang berhak.
Langkah pembatasan ini juga dilatarbelakangi oleh maraknya kendaraan mewah yang masih memanfaatkan BBM bersubsidi di SPBU Pertamina, yang seharusnya diperuntukkan bagi golongan menengah ke bawah.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, dalam sebuah konferensi pers pada Kamis malam, 12 September 2024.
“Pemerintah akan memperketat penggunaan BBM bersubsidi agar tidak disalahgunakan. Subsidi ini harus difokuskan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan untuk kelas atas,” tegas Rachmat.
Baca Juga: Digitalisasi Pengadaan Barang, Solusi Transparansi dan Penghematan Ratusan Triliun Rupiah
Ia menambahkan bahwa pemerintah juga tengah memikirkan cara untuk meringankan tekanan ekonomi pada kelas menengah, sehingga kebijakan ini diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan.
Berdasarkan data Kemenko Marves, pada tahun 2022, hampir 80 persen konsumsi solar subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang lebih sejahtera. Hal yang sama juga terjadi pada Pertalite (RON 90).
Rachmat menjelaskan, golongan masyarakat pra-sejahtera lebih banyak menggunakan transportasi umum, sehingga subsidi BBM tidak sepenuhnya dinikmati oleh mereka. Sebaliknya, masyarakat yang lebih makmur, yang memiliki kendaraan pribadi, justru menjadi pengguna utama BBM bersubsidi.
“Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat, semakin besar pula kebutuhan mereka akan bahan bakar karena mampu memiliki kendaraan pribadi,” jelasnya.
Meski demikian, Rachmat belum memastikan jenis kendaraan spesifik yang akan dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Namun, menurut asumsi yang beredar di media, kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 1.400 cc kemungkinan tidak akan lagi mendapat subsidi.
“Jika aturan ini diterapkan, dampaknya hanya akan dirasakan oleh sekitar 7 persen populasi kendaraan,” ujarnya.
Selain kebijakan pembatasan, pemerintah juga berencana untuk meningkatkan kualitas BBM, terutama Pertalite dan Pertamax, agar sesuai dengan standar Euro IV. Langkah ini dianggap penting mengingat polusi udara yang semakin mengkhawatirkan, sehingga penyediaan BBM rendah sulfur harus didorong secara lebih masif.
Rachmat juga menyoroti anggaran subsidi BBM yang terus membengkak. Dalam lima tahun terakhir, pemerintah mengeluarkan sekitar Rp 119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM.
“Ini berarti pajak yang dibayarkan masyarakat tidak sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik, karena subsidi ini lebih banyak dinikmati oleh golongan yang tidak seharusnya menerima,” paparnya.
Ia menambahkan bahwa penambahan anggaran subsidi BBM tidak lagi dianggap sebagai solusi yang bijak, terutama mengingat risiko penyaluran yang tidak tepat dan tantangan polusi udara yang berkepanjangan.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak berencana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. “Sekali lagi, tidak ada rencana untuk menaikkan harga BBM subsidi,” tutup Rachmat.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengubah pola distribusi subsidi BBM agar lebih adil dan tepat sasaran, sekaligus mendukung upaya peningkatan kualitas udara di Indonesia.