INFO24.ID – Presiden Prabowo Subianto merespons serius kasus dugaan pemerasan yang melibatkan sejumlah oknum pengusaha di Cilegon, Banten, terhadap pihak penanggung jawab proyek pembangunan pabrik kimia chlor alkali-ethylene dichloride (CA-EDC).
Untuk menangani permasalahan ini, Presiden memerintahkan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk memanggil seluruh pihak terkait dan mencari solusi menyeluruh atas kasus yang mencuat di media sosial tersebut.
Pada Rabu (14/5/2025), Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, mengundang sejumlah pejabat penting ke kantor kementerian di Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Gubernur Banten Andra Soni, Wali Kota Cilegon Robinsar, Kapolda Banten Irjen Pol Suyudi Ario Seto, Direktur Legal dan Eksternal Chandra Asri Group Edi Rivai, serta Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan HAM Kadin Indonesia Azis Syamsuddin.
“Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi langsung Presiden dan Menteri Rosan Roeslani untuk memfasilitasi penyelesaian atas insiden yang terjadi di Cilegon, khususnya yang melibatkan investasi Chandra Asri Group dan organisasi Kadin Cilegon,” ujar Todotua.
Sebagai informasi, proyek pembangunan pabrik milik PT Chandra Asri Alkali telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029. Proyek tersebut dijalankan oleh pihak swasta, yakni Chandra Asri Group.
Todotua menambahkan bahwa pemerintah menyesalkan kejadian tersebut dan meminta pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Banten, untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan tindak pidana pemerasan.
“Jika terbukti, tentu akan ada proses hukum sebagai bentuk efek jera demi menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia,” tegasnya.
Dugaan pemerasan ini mencuat usai viralnya video yang memperlihatkan beberapa pengusaha lokal di Cilegon diduga meminta proyek tanpa lelang dari kontraktor asal China, Chengda Engineering (CEE), yang menjadi mitra Chandra Asri Alkali. Mereka terlihat mendatangi kawasan industri Krakatau Steel dengan pakaian proyek dan meminta jatah pengerjaan proyek senilai Rp 5 triliun secara langsung.
Insiden tersebut pun menuai perhatian luas, mengingat proyek tersebut bernilai besar dan termasuk bagian dari rencana pembangunan jangka menengah nasional.