INFO24.ID – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengungkapkan bahwa kementeriannya berencana menerapkan sistem evaluasi pembelajaran baru pada tahun ajaran 2025/2026.
Sistem ini akan menggantikan Asesmen Nasional yang sebelumnya digunakan untuk mengevaluasi kualitas pendidikan.
“Kami sedang merancang sistem evaluasi baru yang berbeda dari sebelumnya. Namun, detailnya akan kami umumkan nanti,” ujar Abdul Mu’ti dalam pernyataannya kepada media di Kantor Kemendikdasmen, Selasa, 31 Desember 2024.
Abdul Mu’ti belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai nama dan bentuk sistem evaluasi baru tersebut.
Ia hanya menyebut bahwa berbagai model evaluasi pembelajaran pernah diterapkan sebelumnya, mulai dari Ujian Penghabisan, Ebtanas, Ujian Nasional, hingga Asesmen Nasional.
Asesmen Nasional sendiri diperkenalkan pada 2021 di era Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Evaluasi ini terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar, yang bertujuan untuk memetakan mutu pendidikan secara menyeluruh.
Baca juga: Program SMA Unggulan Dialihkan ke Kemendiktisaintek untuk Fokus pada Pendidikan Kelas Dunia
Namun, menurut Mu’ti, terdapat sejumlah pihak yang merasa bahwa Asesmen Nasional masih belum memenuhi kebutuhan.
Salah satunya adalah panitia seleksi nasional masuk perguruan tinggi, yang menyampaikan pentingnya data hasil belajar yang lebih terperinci secara individual.
Asesmen Nasional, yang berbasis sampling, dinilai belum memberikan gambaran tersebut.
Abdul Mu’ti juga menyoroti tantangan dalam penilaian rapor siswa.
“Rapor itu memang memiliki peran penting, tetapi terkadang justru menjadi sumber masalah. Salah satunya karena ada guru yang memberikan nilai berdasarkan pertimbangan subjektif, yang bahkan melebihi kemampuan siswa,” jelasnya.
Wacana mengenai kembalinya Ujian Nasional juga menuai beragam tanggapan.
Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, mengingatkan bahwa pengembalian Ujian Nasional harus mempertimbangkan fungsi dan tujuannya secara matang.
“Ujian Nasional dapat dipertimbangkan sebagai penentu kelulusan atau sebagai alat untuk memetakan kondisi pendidikan secara nasional,” ujar Hetifah saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 30 Desember 2024.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSKP), Nisa Felicia, menyatakan bahwa memberlakukan kembali Ujian Nasional berpotensi menjadi langkah mundur.
“Kita sudah melihat dampak buruknya di masa lalu, seperti maraknya praktik kecurangan demi memastikan kelulusan siswa,” katanya, Kamis, 31 Desember 2024.