INFO24.ID – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi merealisasikan rencananya mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer. Pemprov Jawa Barat bekerja sama dengan TNI AD untuk merealisasikan gagasan tersebut.
Dedi mengungkapkan rencana ini ketika hadir pada perayaan HUT ke-26 Kota Depok, Jumat, 25 April 2025, di Jalan Margonda Raya. Menurutnya, kebijakan ini mulai berjalan pada Mei 2025.
“Saya mau bikin program, anak-anak nakal yang di rumah tidak mau sekolah, suka balapan motor, atau melawan orang tua, diserahkan saja ke Pemkot Depok untuk dibina di lingkungan militer dan kepolisian. Setuju enggak?” ucap Dedi, berharap Wali Kota Depok Supian Suri dapat berkoordinasi dengan TNI dan Polri setempat.
Dedi menyiapkan anggaran pembinaan selama enam bulan hingga satu tahun, sebelum anak-anak itu dikembalikan ke keluarga.
Kadispen TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana membenarkan kerja sama ini, yang dinamai Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan. Program ini dirancang khusus untuk anak-anak dengan kriteria yang disebutkan Dedi.
Wahyu menyebut, kegiatan berlangsung di dua lokasi: Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi Bandung dan Markas Menarmed 1 Kostrad Purwakarta. Program ini diluncurkan bersamaan pada peringatan Hardiknas, Jumat, 2 Mei 2025.
Ada sekitar 80 peserta di Rindam III/Siliwangi dan 40 peserta di Menarmed Purwakarta. Anak-anak ini didaftarkan oleh orang tua mereka yang telah menandatangani persetujuan tertulis untuk mengikuti program secara sukarela.
Program ini, jelas Wahyu, bukan pendidikan militer, melainkan pembinaan dengan materi seperti bimbingan konseling, latihan baris-berbaris, motivasi, penyuluhan wawasan kebangsaan, bahaya narkoba, kegiatan kelompok, hingga outbound. Tenaga pendidik melibatkan unsur TNI AD, Polri, dinas pendidikan, kesehatan, Lembaga Perlindungan Anak, dan pendidik sesuai bidang.
Tanggapan dari Berbagai Pihak
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro meminta Dedi meninjau ulang rencana ini. Menurutnya, memberi edukasi atau pendidikan sipil bukanlah wewenang TNI. “Kalau hanya sekadar pengenalan karier tentara, tidak masalah. Tapi kalau sudah menyerempet pendidikan militer sebagai hukuman, itu keliru,” kata Atnike, Jumat, di Jakarta.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menambahkan, konsep ini harus dirancang matang melibatkan ahli keluarga, psikolog, dan juga keluarga anak-anak tersebut. Ia menyarankan pendekatan kekeluargaan yang membangun interaksi antara peserta, pemda, dan pihak pelaksana.
Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana juga mengingatkan, persoalan anak bermasalah tidak bisa selalu diselesaikan oleh tentara. Ia menyarankan pendekatan psikologis, melibatkan psikolog dan psikiater, ketimbang mengirim anak ke barak. Bonnie menekankan pentingnya peran guru konseling terlatih di sekolah untuk menangani anak-anak bermasalah.