INFO24.ID – Suasana di depan Bale Kota Tasikmalaya berubah dramatis ketika kepulan asap tebal membumbung tinggi dari tumpukan ban mobil bekas yang dibakar pada Senin, 05 Agustus 2024.
Asap hitam pekat menyelimuti area sekitar, memaksa pihak kepolisian dan Satpol PP berjaga-jaga dengan ketat untuk mengendalikan situasi yang semakin mencekam.
Aksi pembakaran ini digelar oleh Forum Parlemen Jalanan Pemerhati Pendidikan (FPJPP) sebagai bentuk protes terhadap sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang mereka anggap penuh kecurangan dan amburadul.
Menurut FPJPP, ini bukan pertama kalinya mereka turun ke jalan. Demonstrasi sebelumnya telah dilakukan di Kantor Dinas Cabang Pendidikan XII (KCD), namun tidak mendapat respons yang memadai.
“Kami sudah lelah dengan ketidakadilan ini. PPDB di Kota Tasikmalaya penuh dengan kecurangan dan pungutan liar,” ujar salah satu orator aksi, Tatang Toke.
Dia menekankan bahwa sistem zonasi yang diterapkan sangat merugikan masyarakat dan tidak sesuai dengan kondisi daerah.
- Baca Juga: Peraturan Baru Pengendalian Zat Adiktif, Menyongsong Era Baru dalam Pengaturan Produk Tembakau
Kesatuan LSM di kota ini, yang terdiri dari sembilan aliansi seperti Gapura, Fordem, HIPSI, Trinusa, Lakri, LBH Pendekar, Brantas, Sasuhun, dan LMPP, bersatu untuk menyuarakan keluhan masyarakat.
Mereka menuntut keadilan dan meminta agar PJ Walikota Tasikmalaya bersama eksekutif dan legislatif bertanggung jawab atas ketidakadilan sistem penerimaan siswa dan memastikan semua warga mendapatkan kesempatan yang sama untuk diterima di SMA/SMK Negeri.
Beberapa tuntutan mereka antara lain:
- PJ Walikota Tasikmalaya, eksekutif, dan legislatif harus bertanggung jawab atas ketidakadilan sistem penerimaan siswa dan memastikan semua warga mendapatkan kesempatan yang sama untuk diterima di SMA/SMK Negeri.
- Menuntut PJ Walikota Tasikmalaya untuk segera mengambil tindakan dan bertanggung jawab atas masalah penerimaan siswa baru di SMA/SMK Negeri.
- Menuntut PJ Walikota Tasikmalaya untuk hengkang dari Kota Tasikmalaya karena kegagalannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di kota ini.
- Kurangnya perhatian dan dukungan dari PJ Walikota Tasikmalaya terhadap sistem pendidikan.
- Menuntut PJ Walikota Tasikmalaya untuk mundur karena tidak mampu memberikan solusi atas penurunan mutu pendidikan di Kota Tasikmalaya.
Namun, ketegangan semakin meningkat karena aksi ini berlangsung tanpa kehadiran PJ Walikota untuk menemui massa FPJPP.
“Kita ini daerah otonomi, kenapa masih mengacu pada aturan pusat yang tidak sesuai dengan kondisi daerah? SMA dan SMK ada di wilayah kita, siswa-siswi juga, tapi pemerintah daerah tidak bisa berbuat apa-apa,” tambah Tatang Toke.
Ia juga menekankan bahwa pada 2025, Kota Tasikmalaya harus bebas PPDB.
“Kecurangan tidak boleh dilakukan, tapi bagaimana dengan kesengajaan pemerintah daerah yang melepas tanggung jawab soal pendidikan? Ini tidak bisa dibiarkan,” tandas Tatang.