INFO24.ID – Seorang pria asal Amerika Serikat, Tim Friede, berhasil mencuri perhatian dunia setelah darahnya ditemukan mengandung antibisa yang luar biasa. Friede diketahui telah mengalami lebih dari 200 gigitan ular berbisa selama 18 tahun upayanya membangun kekebalan terhadap bisa.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa antibodi dalam darah Friede mampu melindungi hewan uji dari dosis mematikan berbagai spesies ular. Ini menjadi harapan besar untuk mengembangkan antibisa universal, berbeda dari terapi saat ini yang harus disesuaikan dengan jenis ular yang menggigit.
Menurut laporan BBC Internasional pada Sabtu (3/5/2025), Friede tidak hanya mengandalkan gigitan langsung, tetapi juga telah menyuntikkan sekitar 700 dosis bisa dari ular-ular mematikan seperti mamba, kobra, taipan, dan krait. Meski sempat hampir kehilangan nyawa akibat gigitan dua kobra yang membuatnya koma, Friede tetap berpegang pada tujuannya.
“Saya tidak mau mati, saya tidak mau kehilangan jari, saya ingin tetap bisa bekerja,” ujarnya, menekankan bahwa motivasinya adalah menciptakan terapi gigitan ular yang lebih baik bagi seluruh dunia, terutama bagi mereka yang tinggal ribuan mil jauhnya dan rentan terhadap gigitan ular berbisa.
Upaya Friede menarik perhatian para ilmuwan, termasuk Jacob Glanville, CEO perusahaan bioteknologi Centivax. Glanville dan timnya berfokus mencari antibodi penetralisasi luas, yaitu antibodi yang dapat menargetkan bagian umum dari berbagai jenis racun, bukan hanya bagian uniknya.
“Begitu saya mendengar tentang Tim, saya langsung berpikir, kalau ada orang yang mengembangkan antibodi penetral luas, pasti dia. Jadi saya menghubunginya,” ungkap Glanville. Meski awalnya terdengar aneh, Friede setuju untuk menyumbangkan darahnya untuk penelitian yang telah mendapatkan persetujuan etik.
Menurut Dr. Glanville, antibodi dalam darah Friede menawarkan perlindungan yang belum pernah ada sebelumnya, khususnya terhadap kelompok ular elapid seperti mamba, kobra, taipan, krait, dan ular karang. Ular-ular ini dikenal menggunakan neurotoksin yang mematikan dengan cara melumpuhkan otot pernapasan korban.
Tim peneliti kini tengah berupaya menyempurnakan antibodi ini dan mengeksplorasi apakah penambahan elemen tambahan dapat memberikan perlindungan total terhadap racun elapid. Sementara itu, ular berbisa dari kelompok lain seperti viper lebih mengandalkan hemotoksin yang menyerang darah, serta sitotoksin yang menghancurkan sel secara langsung.
Profesor Peter Kwong dari Universitas Columbia optimis: “Saya yakin dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, kita akan memiliki solusi efektif untuk masing-masing kelas racun ular.”