INFO 24.ID – Indonesia berhasil memenangkan sengketa dagang melawan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit dalam sidang di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO).
Kemenangan ini menjadi pencapaian signifikan dalam 100 hari pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan bahwa pemerintah menyambut baik keputusan Panel WTO pada 10 Januari 2025 terkait sengketa kelapa sawit yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun.
“Kami mengapresiasi putusan Panel WTO yang menjadi dasar agar Uni Eropa tidak lagi memberlakukan kebijakan diskriminatif dengan dalih perubahan iklim,” kata Budi dalam keterangan resminya pada Jumat (17/1/2025).
Ia berharap keputusan ini dapat menjadi pelajaran bagi mitra dagang lainnya untuk tidak memberlakukan kebijakan serupa yang dapat menghambat perdagangan global, khususnya kelapa sawit.
Panel WTO menemukan bahwa Uni Eropa melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan kelapa sawit asal Indonesia dibandingkan produk serupa seperti rapeseed dan bunga matahari dari Uni Eropa. Selain itu, Uni Eropa memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.
Panel juga menilai bahwa Uni Eropa tidak melakukan evaluasi memadai terhadap data yang digunakan dalam menetapkan kategori biofuel dari kelapa sawit sebagai produk berisiko tinggi alih fungsi lahan (high ILUC-risk). Proses penyusunan dan penerapan kriteria serta sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II juga dinyatakan memiliki kekurangan.
Uni Eropa diminta menyesuaikan kebijakan dalam Delegated Regulation yang dianggap melanggar aturan WTO.
“Indonesia memandang kebijakan ini sebagai bentuk proteksionisme dengan dalih pelestarian lingkungan,” ujar Budi Santoso.
Pada Desember 2019, Indonesia pertama kali mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa di WTO dengan nomor kasus DS593. Gugatan tersebut mencakup kebijakan RED II, Delegated Regulation Uni Eropa, serta hambatan pasar kelapa sawit di Prancis.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kemenangan ini memberikan dampak positif terhadap penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU-CEPA).
“Dengan hasil ini, hambatan dalam perundingan IEU-CEPA dapat diselesaikan sehingga kita bisa mempercepat finalisasi perjanjian tersebut,” ujar Airlangga.
Perjanjian IEU-CEPA mencakup aspek seperti penghapusan tarif bea cukai, pengurangan hambatan non-tarif, dan penyederhanaan prosedur kepabeanan untuk memperlancar perdagangan antara kedua wilayah.
Airlangga juga menegaskan bahwa kemenangan ini membuktikan adanya diskriminasi terhadap produk kelapa sawit dan biodiesel Indonesia di Eropa.
“Dunia kini harus mengakui biodiesel berbasis CPO, sama seperti biodiesel berbasis bunga matahari atau kedelai,” tambahnya.