INFO24.ID – Kasus dugaan kecurangan dalam distribusi beras premium kembali mencuat. Kepolisian Republik Indonesia menetapkan tiga pejabat dari anak perusahaan Wilmar Group sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan kualitas beras.
Ketiga tersangka berasal dari PT Padi Indonesia Maju (PT PIM), produsen beras kemasan yang cukup dikenal di pasar. Mereka terdiri dari S yang menjabat sebagai Presiden Direktur, AI sebagai Kepala Pabrik, dan DO yang berperan sebagai Kepala Quality Control.
Walaupun telah berstatus tersangka, hingga saat ini ketiganya belum menjalani penahanan. Sejumlah merek beras dari PT PIM seperti Sania, Fortune, Savia, dan Siip diketahui tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana yang diatur dalam Permentan No. 31/2017 dan Perbadan No. 2/2023.
“Produk-produk ini tetap beredar di pasar padahal tidak sesuai standar. Ini merupakan penipuan terhadap konsumen dan tidak bisa dibiarkan,” tegas Brigjen Pol Helfi Assegaf, Kepala Satgas Pangan Polri.
Penyidikan dilakukan secara menyeluruh, termasuk memeriksa 24 saksi, melakukan penggeledahan, dan menyita barang bukti dari kantor serta gudang PT PIM di Serang, Banten. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa sistem pengendalian mutu di perusahaan tersebut sangat lemah. Dari total 22 pegawai, hanya satu orang petugas Quality Control yang memiliki sertifikasi resmi.
“Standar pengecekan seharusnya dilakukan setiap dua jam, namun faktanya hanya sekali atau dua kali sehari,” lanjut Helfi.
Sebanyak 13.740 karung beras dalam kemasan serta lebih dari 58 ton beras patah berhasil disita oleh pihak berwajib. Para tersangka dijerat dengan UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.
Sebelum kasus ini, tiga pejabat dari BUMD Food Station Tjipinang Jaya juga telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara serupa. Beberapa merek mereka yang turut diperiksa meliputi Beras Premium Sentra Ramos, Pulen Wangi, dan Setra Pulen.
Awal mula kasus ini terungkap saat Kementerian Pertanian menemukan ratusan sampel beras yang tidak memenuhi SNI. Bahkan, beberapa kemasan 5 kg ternyata memiliki berat yang lebih ringan dari seharusnya.
“Ini bukan sekadar kasus beras oplosan, melainkan beras biasa yang dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium—tanpa melalui proses pencampuran,” ungkap Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman.
Dari 268 sampel yang diuji, sebanyak 212 tidak sesuai standar. Pemerintah pun memberikan waktu kepada para produsen untuk menarik produk tersebut dan menyesuaikan harga berdasarkan kualitas sebenarnya.
Menteri Amran juga menegaskan bahwa isu kelangkaan beras di masyarakat tidak benar. Berdasarkan data BPS, stok beras nasional bahkan mencatatkan surplus lebih dari 3 juta ton.
“Tidak boleh ada penimbunan. Distribusi ke masyarakat harus segera dilakukan,” tegasnya.
Dukungan terhadap penindakan juga datang dari Komisi IV DPR RI. Anggota DPR, Cindy Monica Salsabila, menyatakan bahwa skandal ini bukan sekadar praktik curang, tapi bentuk kejahatan sistemik yang sangat merugikan masyarakat luas.