Info

Presiden Prabowo Dukung Marsinah Jadi Pahlawan Nasional Buruh

×

Presiden Prabowo Dukung Marsinah Jadi Pahlawan Nasional Buruh

Sebarkan artikel ini

INFO24.ID – Dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2025, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah, tokoh yang dikenal sebagai simbol perjuangan buruh di Indonesia.

Prabowo menyebutkan bahwa nama Marsinah muncul ketika dirinya bertanya langsung kepada para pimpinan serikat buruh mengenai siapa yang layak diajukan sebagai pahlawan dari kalangan pekerja.

“Saya bertanya kepada mereka, apakah ada nama yang ingin kalian usulkan sebagai pahlawan buruh,” ungkap Prabowo dalam pidatonya di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis 1 Mei 2025.

“Mereka menjawab, ‘Pak, bagaimana kalau Marsinah?’” lanjutnya.

Prabowo menegaskan bahwa dirinya siap mendukung penuh jika seluruh pimpinan serikat buruh sepakat mengusulkan nama Marsinah untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. “Asalkan seluruh pimpinan buruh sepakat, saya akan mendukung penuh pengajuan Marsinah sebagai pahlawan nasional,” tegas Prabowo.

Siapakah Marsinah?

Marsinah adalah seorang buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur. Ia lahir pada 10 April 1969, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Sejak kecil, Marsinah sudah harus menghadapi kehilangan ibunya dan dibesarkan oleh neneknya, Paerah, bersama paman dan bibinya.

Pada tahun 1989, Marsinah hijrah ke Surabaya untuk mencari pekerjaan dan sempat bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Namun, gaji yang diterima tidak mencukupi, sehingga ia juga berjualan nasi bungkus untuk menambah penghasilan.

Kemudian, ia bekerja di PT. Catur Putra Surya (PT. CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo. Di tempat inilah Marsinah dikenal sebagai buruh yang vokal memperjuangkan hak-hak pekerja, bahkan aktif dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit PT CPS.

Suara kritisnya memperjuangkan kenaikan gaji dan kesejahteraan buruh membuat Marsinah menjadi sasaran kekerasan. Pada 4 Mei 1993, ia memimpin aksi unjuk rasa untuk menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250. Karena negosiasi menemui jalan buntu, aksi mogok kerja dilakukan.

Namun, pada malam 5 Mei 1993, Marsinah diculik dan disiksa. Empat hari kemudian, pada 9 Mei 1993, jasadnya ditemukan di sebuah gubuk di Dusun Jegong, Nganjuk, dalam kondisi mengenaskan.

Hasil visum menunjukkan bahwa Marsinah mengalami penyiksaan berat, bahkan diduga diperkosa sebelum akhirnya tewas. Ada juga temuan bahwa ia kemungkinan tewas akibat tembakan senjata api, sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Mun’im Idries, ahli forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Peristiwa kematian Marsinah mengguncang publik, memicu kemarahan luas, dan menjadi simbol perlawanan buruh terhadap ketidakadilan. Hingga kini, namanya terus dikenang sebagai pejuang hak-hak buruh di Indonesia.