INFO24.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah penduduk miskin di Jabar per Maret 2025 mencapai 3,65 juta jiwa atau 7,02 persen dari total populasi. Angka ini turun tipis sebesar 0,06 persen dibandingkan periode September 2024 yang mencapai 3,67 juta jiwa.
Penurunan angka kemiskinan ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro yang cenderung positif. Pertumbuhan ekonomi triwulan I/2025 tercatat sebesar 4,98 persen (y-on-y), naik dibanding triwulan IV/2024 yang berada di angka 4,91 persen.
“Faktor lain yang mendorong turunnya angka kemiskinan adalah penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari Agustus 2024 ke Februari 2025, meski jumlah pengangguran secara absolut naik dari 1,77 juta menjadi 1,81 juta orang,” ujar Plt. Kepala BPS Jabar, Darwis Sitorus, dalam konferensi pers, Rabu (23/7).
Garis Kemiskinan Naik, Konsumsi Makanan Masih Mendominasi
BPS menetapkan Garis Kemiskinan (GK) Maret 2025 sebesar Rp547.752 per orang per bulan, naik 2,29 persen dibandingkan September 2024. Sebanyak 74,88 persen dari GK disumbang oleh konsumsi makanan, sisanya oleh kebutuhan non-makanan.
- GK makanan: Rp410.143/orang/bulan
- GK non-makanan: Rp137.609/orang/bulan
Kemiskinan di Perdesaan Turun, Perkotaan Naik
Secara wilayah, angka kemiskinan perdesaan mengalami penurunan signifikan dari September 2024, sementara di perkotaan justru naik.
- Perkotaan: 6,76% (naik 0,11% poin, bertambah 66,02 ribu orang)
- Perdesaan: 8,15% (turun 0,70% poin, berkurang 79,63 ribu orang)
Indeks Kedalaman & Keparahan Naik
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Jabar naik dari 1,05 menjadi 1,17, menandakan jarak pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin besar. Begitu pula dengan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang naik dari 0,24 menjadi 0,29, mengindikasikan ketimpangan di antara penduduk miskin makin meningkat.
- P1 perkotaan: 1,14
- P1 perdesaan: 1,29
- P2 gabungan: 0,29
Gini Ratio Turun, Ketimpangan Masih Tergolong Sedang
Tingkat ketimpangan pengeluaran atau Gini Ratio di Jabar per Maret 2025 tercatat 0,416, masih dalam kategori ketimpangan sedang. Meski lebih tinggi di perkotaan (0,426) dibanding perdesaan (0,323), keduanya mengalami penurunan dari periode sebelumnya.
BPS juga mencatat adanya peningkatan pengeluaran pada kelompok 40% penduduk terbawah, yang mengindikasikan penurunan ketimpangan secara umum.
Kesimpulan
“Secara kuantitas, angka kemiskinan dan ketimpangan mengalami penurunan, namun dari sisi kualitas, kondisi ekonomi penduduk miskin belum sepenuhnya membaik. Ini tercermin dari meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan,” tutup Darwis.