Info

Penjurusan SMA Kembali Diterapkan, Ini Penjelasan Mendikdasmen Abdul Mu’ti

×

Penjurusan SMA Kembali Diterapkan, Ini Penjelasan Mendikdasmen Abdul Mu’ti

Sebarkan artikel ini

JAKARTA (CM) – Pemerintah berencana menghidupkan kembali sistem penjurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sebelumnya dihapus saat Kurikulum Merdeka diterapkan oleh Menteri Pendidikan sebelumnya, Nadiem Makarim.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyampaikan bahwa sistem penjurusan ini akan kembali diberlakukan, mencakup tiga jurusan utama seperti sebelumnya: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.

“Penjurusan akan diaktifkan kembali. Nantinya siswa akan bisa memilih antara jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” ungkap Abdul Mu’ti dalam sesi tanya jawab bersama media di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat, 11 April 2025.

Dengan diberlakukannya kembali sistem penjurusan, siswa di kelas akhir akan mengikuti Tes Kemampuan Akademik (TKA), yang menjadi bentuk baru dari Ujian Nasional (UN). Dalam tes tersebut, siswa dapat memilih mata pelajaran tambahan yang sesuai dengan minat dan jurusan yang dipilih, di samping dua mata pelajaran wajib: Bahasa Indonesia dan Matematika.

“Misalnya, siswa jurusan IPA dapat memilih di antara fisika, kimia, atau biologi. Sementara siswa jurusan IPS bisa memilih tambahan seperti ekonomi, sejarah, atau mata pelajaran lain dalam rumpun ilmu sosial,” jelas Mu’ti.

TKA sendiri dirancang sebagai ujian untuk mengukur kompetensi akademik siswa di akhir jenjang pendidikan. Berbeda dari UN, TKA bersifat opsional dan ditujukan bagi siswa yang ingin menambah bobot penilaian akademiknya secara individual.

Untuk tingkat SD dan SMP, mata pelajaran wajib dalam TKA adalah Bahasa Indonesia dan Matematika. Sedangkan untuk SMA kelas 12, ditambahkan Bahasa Inggris serta pilihan mata pelajaran sesuai jurusan (IPA atau IPS).

Abdul Mu’ti menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menyesuaikan kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk menjawab tantangan penerimaan pelajar Indonesia di luar negeri. Ia mengungkapkan bahwa sistem sebelumnya sempat menjadi hambatan karena kampus luar negeri kesulitan menilai kemampuan akademik siswa dari Indonesia.

“Dulu saat sistem Kurikulum Merdeka diuji coba, banyak universitas luar negeri enggan menerima siswa kita karena indikator akademiknya tidak jelas. Dengan TKA, masing-masing siswa akan memiliki rekam jejak kemampuan akademik yang terukur,” ujar Mu’ti.