INFO24.ID – Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa isu pertanahan mendominasi laporan yang diterima melalui layanan Lapor Mas Wapres, yang diluncurkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dari sekitar 1.000 laporan yang masuk setiap hari, sebanyak 300 hingga 370 di antaranya terkait dengan masalah pertanahan.
“Biasanya laporan tersebut sudah pernah diajukan di Kantor Pertanahan, tetapi kembali diadukan,” ujar Nusron saat memberikan pengarahan kepada jajaran Kanwil BPN Kalimantan Selatan, Senin, 6 Januari 2025.
“Apa artinya ini? Apakah masyarakat merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh bagian pelayanan pengaduan?”
Nusron menekankan pentingnya memberikan layanan pengaduan yang sepenuh hati. Ia meminta seluruh pengaduan pertanahan ditangani secara serius dan memberikan solusi yang memuaskan.
“Setiap pengaduan harus dijawab dengan baik. Kalau perlu, petugas turun langsung ke rumah pelapor,” tegas politisi Partai Golkar itu.
Untuk meningkatkan efektivitas, Nusron juga meminta pengelolaan pengaduan di seluruh satuan kerja dioptimalkan.
Ia menegaskan bahwa pemantauan laporan dari berbagai kanal pengaduan harus dilakukan secara menyeluruh dan segera ditindaklanjuti.
Pengelolaan pengaduan, menurut Nusron, menjadi salah satu indikator utama (Key Performance Indicator/KPI) dalam menilai kinerja setiap satuan kerja.
Persoalan sengketa tanah di Indonesia juga pernah disampaikan oleh Menko Infrastruktur dan Pembangunan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurut AHY, konflik tanah merupakan masalah yang kompleks dan sering kali sulit diselesaikan.
Ia mengalaminya saat menjabat sebagai Menteri ATR/Kepala BPN pada Februari hingga Oktober 2024.
Data Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa sepanjang 2024, terdapat 5.973 laporan terkait kasus pertanahan. Nusron menyebutkan bahwa 2.161 kasus telah berhasil diselesaikan, mencakup 936 sengketa, 32 konflik, dan 1.193 perkara lainnya.
“Kasus yang telah diselesaikan meliputi konflik antara individu, perselisihan dengan perusahaan, hingga perkara yang melibatkan negara,” jelas Nusron di Jakarta, Selasa, 31 Desember 2024.
Dari laporan yang diterima, mayoritas kasus—sebanyak 5.552—masuk dalam kategori low intensity conflict atau konflik intensitas rendah, seperti perselisihan antarindividu mengenai warisan.
Sementara itu, 374 kasus tergolong high intensity conflict, yang melibatkan perselisihan antara individu dengan korporasi, korporasi dengan negara, atau antarperusahaan.
Contohnya adalah pengambilalihan tanah oleh perusahaan atau akuisisi tanah negara oleh pihak swasta.
Selain itu, terdapat 47 kasus dalam kategori political intensity conflict. Konflik ini berpotensi menimbulkan dampak politik, seperti sengketa tanah yang melibatkan masyarakat dan negara dalam proyek pembangunan infrastruktur, termasuk pengadaan lahan untuk jalan tol.
Nusron menjelaskan bahwa pengelompokan kasus berdasarkan tingkat intensitas konflik dilakukan untuk membantu kementerian merumuskan kebijakan yang lebih efektif di masa depan.
“Kami berkomitmen untuk terus menyelesaikan konflik pertanahan dengan mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum,” tegasnya.