INFO24.ID – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Rini Widyantini, secara resmi menerbitkan tiga regulasi terkait Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan sistem kerja paruh waktu.
Regulasi ini diumumkan secara beruntun dalam satu hari, termasuk KepmenPAN-RB yang ditandatangani pada 13 Januari 2025.
Terbitnya tiga regulasi ini memunculkan pertanyaan di kalangan honorer dan ASN PPPK. Banyak yang bertanya-tanya mengenai alasan di balik percepatan penerbitan regulasi tersebut, terutama di tengah isu aksi demo nasional yang direncanakan pada 3 Februari mendatang.
“Apakah regulasi ini diterbitkan untuk meredam aksi demo nasional oleh honorer R2 dan R3 di berbagai daerah?” ujar Ketua DPW Aliansi Honorer Nasional (AHN) Provinsi Riau, Eko Wibowo, kepada JPNN, Selasa (14/1/2025).
Rincian Tiga Regulasi Baru MenPAN-RB
- KepmenPAN-RB No. 15 Tahun 2025
Regulasi ini mengatur kriteria pelamar tambahan pada seleksi PPPK bagi pegawai non-ASN yang terdaftar dalam pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta mekanisme pengolahan nilai hasil seleksi PPPK dengan tahun anggaran 2024. - KepmenPAN-RB No. 16 Tahun 2025
Mengatur mekanisme kerja PPPK paruh waktu, yang menjadi salah satu terobosan dalam pengelolaan honorer. - Surat MenPAN-RB No. B/239/M.SM.01.00/2025
Surat ini memberikan penjelasan mengenai pengadaan PPPK, termasuk instruksi kepada daerah untuk memasukkan honorer K2 dan non-ASN yang terdaftar dalam database BKN (R2 dan R3) tanpa formasi ke sistem PPPK paruh waktu.
Apresiasi dan Kekhawatiran
Ketua Umum Asosiasi PPPK Indonesia, Nur Baitih, mengapresiasi langkah pemerintah dalam menerbitkan regulasi yang dinilai saling berkaitan erat dan menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan masalah honorer.
“Jika kita melihat isi surat MenPAN-RB 239, arahnya jelas untuk menyelesaikan isu honorer. Daerah diminta memasukkan honorer K2 dan non-ASN tanpa formasi ke PPPK paruh waktu,” ujar Nur Baitih.
Namun, ia juga menyoroti kekhawatiran yang muncul di kalangan honorer terkait implementasi sistem paruh waktu. Banyak yang merasa waswas tentang bagaimana nasib mereka akan diatur di bawah mekanisme baru ini.
“Saya berharap ini bukan sekadar wacana di atas kertas yang hanya membuat honorer senang sesaat. Pemerintah harus memastikan kebijakan ini berjalan dengan adil dan benar-benar memberikan kepastian nasib bagi honorer,” tambahnya.
Gejolak di Kalangan Honorer
Gejolak di kalangan honorer dan ASN PPPK tak dapat dipungkiri. Banyak dari mereka yang merasa kebijakan sebelumnya tidak memberikan kejelasan, sehingga memicu protes di berbagai daerah. Aliansi honorer juga menuntut pemerintah untuk segera menindaklanjuti amanah UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN yang menjanjikan solusi bagi tenaga honorer.
“Gejolak ini tidak bisa diabaikan. Para honorer hanya ingin mendapatkan kejelasan nasib mereka. Kami harap regulasi ini bukan sekadar respons sementara untuk meredam protes, tetapi benar-benar menjadi solusi permanen,” ujar Eko Wibowo.
Langkah Selanjutnya
Menteri Rini menyatakan bahwa pemerintah akan terus memantau implementasi regulasi ini di daerah. Ia juga meminta pemerintah daerah segera menyusun regulasi pendukung untuk memastikan kebijakan ini dapat dirasakan secara merata di seluruh Indonesia.
“Bulan depan, kami akan mengevaluasi daerah mana saja yang sudah mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah sesuai regulasi ini. Daerah yang melaksanakan dengan baik akan mendapat apresiasi,” tegas Rini.
Melalui regulasi ini, pemerintah diharapkan mampu memberikan solusi nyata terhadap permasalahan tenaga honorer, menciptakan sistem yang lebih transparan, adil, dan berkelanjutan bagi ASN PPPK di Indonesia.