Opini

Mengenali Ciri Hati yang Mati dan Obatnya

×

Mengenali Ciri Hati yang Mati dan Obatnya

Sebarkan artikel ini

OPINI – Hati adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Hati ibarat raja, jika rajanya sakit maka negara dan semuanya sakit. Bahkan Rosulullah saw. bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari & Muslim).

Kita bisa melihat hati seseorang dari sikap yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Ketika hati bersih, ia melahirkan kelembutan dalam tutur, kehati-hatian dalam tindakan, serta empati pada sesama. Namun jika hati mengeras atau kotor, sikap pun berubah—mudah marah, ringan menyakiti, dan berat untuk memahami.

Akan tetapi menjaga hati di akhir zaman sangatlah sulit. Karena hati berada di tengah tarik-menarik dunia dan akhirat. Setiap hari hati diujib oleh kata-kata yang menyakitkan, keadaan yang tidak adil, keinginan yang tak terkendali. Sehingga hati mudah lelah, tergoda dan mengeras oleh dosa yang berulang. Sementara tak ada upaya pembersihan hati, karena pengaruh sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan sangat kuat.

Imam Ghazali mengatakan hati ibarat cermin. Jika cermin ditempeli satu noda debu dibiarkan, dan begitu seterusnya tanpa dibersihkan. Maka cermin menjadi kusam dan kotor. Begitu pun hati ketika ditempeli sesuatu yang kotor, maka hatinya akan sakit dan lama-lama mati.

Ketika hati sudah mati, yang salah terasa wajar dan yang benar terasa mengganggu. Oleh karena itu, mari kita pahami seperti apa ciri-ciri hati yang sakit atau bahkan mati:

Pertama, bangga ketika melakukan kemaksiatan atau dosa. Seseorang yang sedang sakit atau mati hatinya, tak ada ketakutan ketika melakukan dosa, malah dengan bangga mengakui dan mempublikasikan perbuatannya.

Kedua, hatinya tidak tersentuh dengan nasehat. Ketika hati seseorang sedang sakit atau mengeras, ia akan sulit dikasih tahu. Bahkan hatinya tak lagi merasakan ketenangan ketika mendengar bacaan Al-quran.

Ketiga, seseorang yang sedang sakit hatinya akan lalai terhadap akhirat. Ia akan berusaha keras untuk dunia. Kewajiban sebagai seorang muslim, seperti sholat, puasa, zakat, tolabul ilmi, berdakwah, sudah jarang bahkan tidak sama sekali dilakukan.

Keempat, tak ada penyesalan ketika melakukan kemaksiatan. Sholat terlewatkan satu, dua, atau semua waktu, ia akan biasa saja. Tak ada rasa bersalah atau penyesalan pada orang-orang yang hatinya sedang sakit atau sudah mati.

Kelima, menunda-nunda taubat. Ketika ada yang mengajak kembali ke jalan yang lurus, taubatan, ia tidak bersegera menyambut. Nanti dan nanti jawabannya. Seolah ia yakin hidupnya di dunia masih lama.

Hati yang sakit masih bisa disembuhkan dan hati yang mati masih bisa dihidupkan. Ustadz Fatih Karim dalam live streaming di channel Cinta Qur’an Foundation beberapa hari yang lalu, menjelaskan ada beberapa obat untuk menyembuhkan, dan menghidupkan kembali hati.

Pertama, taubat. Taubat disini bukan sekedar beristighfar, atau ucapan “iya saya taubat,” Akan tetapi harus meliputi; adanya penyesalan, berhenti total, dan berjuang untuk tidak melakukannya lagi.

Kedua, membaca Al-Qur’an dan memahami maknanya. Al-Qur’an adalah obat bagi hati yang sakit. Al-Qur’an juga cahaya yang menghidupkan hati yang mati.

Ketiga, perbanyak dzikir. Dzikir dapat melembutkan hati yang keras dan membuat hati lebih tenang. Allah Swt. berfirman: “hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (TQS. Ar-Ra’d: 28).

Keempat, menjaga sholat tepat waktu. Ketika sudah terbangun habit sholat tepat waktu, in syaa Allah akan ada perasaan menyesal jika ketinggalan.

Kelima, banyak mengingat kematian. Mengingat kematian adalah vitamin bagi hati. Dengan mengingat kematian seseorang akan terus memperbaiki diri, sayang terhadap keluarga, memperbanyak sedekah dan lainnya.

Keenam, berteman dengan orang sholeh. Lingkungan yang baik adalah obat manjur bagi hati yang sakit atau mati. Sebab, kepribadian bahkan arah hidup seseorang 80 persennya dipengaruhi oleh lingkungan.

Wallahu a’lam.

 

Oleh : Yayat Rohayati