INFO24.ID – Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengungkapkan bahwa program studi di perguruan tinggi perlu ditinjau ulang untuk menciptakan lulusan sarjana yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Menurutnya, perguruan tinggi perlu melakukan evaluasi mendalam untuk menentukan program studi yang relevan agar lulusan memiliki peluang lebih besar dalam dunia profesional.
“Pihak kampus perlu mengkaji apakah program studi yang ada mampu mencetak lulusan yang siap diserap oleh pasar kerja. Jika banyak lulusan yang menganggur, maka perlu ada perbaikan,” ujar Yassierli dalam kuliah umum Studium Generale bertema Artificial Intelligence Soft Skills di Universitas Andalas, Padang, Sabtu 11 Januari 2025.
Dia mengibaratkan lulusan perguruan tinggi sebagai sebuah produk yang harus sesuai dengan kebutuhan pasar. Jika produk tersebut tidak diminati, maka yang perlu diperbaiki adalah jenis produk yang ditawarkan, bukan menyalahkan produk itu sendiri.
“Demikian pula dengan perguruan tinggi. Jika banyak lulusan yang menganggur, itu menandakan program studi yang ada kurang relevan dengan kebutuhan dunia usaha,” tambahnya.
Yassierli berharap perguruan tinggi dapat bersinergi dalam menekan angka pengangguran dengan menghadirkan program studi yang benar-benar dibutuhkan oleh dunia kerja.
Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan. Data menunjukkan hingga akhir 2024, jumlah angkatan kerja mencapai 4,4 juta orang, dengan rata-rata penambahan 3,3 juta per tahun dalam delapan tahun terakhir.
Namun, ia menyoroti dominasi pekerja di sektor informal dengan tingkat pendidikan rendah, yaitu lulusan SD hingga SMP yang menyumbang 52,33% dari total tenaga kerja. Di sektor formal, jumlah pekerja mencapai 55,10%, sementara 4,91% tercatat sebagai pengangguran.
Yassierli juga mencatat bahwa saat ini terdapat 7,5 juta pengangguran di Indonesia, dan angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah jika mahasiswa tidak dibekali kemampuan dan keahlian yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
“Oleh karena itu, kampus perlu melakukan pembaharuan kurikulum agar lulusan sarjana memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja,” tegasnya.
Ia juga menyinggung posisi Indonesia dalam indeks modal manusia (Human Capital Index) di kawasan ASEAN yang masih tergolong rendah dengan skor 0,540. Posisi ini jauh tertinggal dibandingkan Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.
Sementara itu, Rektor Universitas Andalas, Efa Yonnedi, menyampaikan bahwa arahan Menaker tersebut menjadi masukan penting bagi perguruan tinggi, khususnya di Sumatera Barat.
“Universitas Andalas terus berupaya mencetak lulusan yang kompeten dan siap bersaing, baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tema Artificial Intelligence Soft Skills dalam Studium Generale ini dipilih karena perkembangan teknologi AI membawa dampak besar pada berbagai sektor pekerjaan.
“AI kini menjadi mata kuliah wajib di beberapa program studi di Unand, sebagai bagian dari strategi pengintegrasian teknologi ke dalam kurikulum,” jelasnya.
Efa berharap kegiatan ini dapat memberikan wawasan tambahan bagi mahasiswa untuk meningkatkan daya saing mereka di dunia kerja modern yang terus berkembang.