INFO24.ID – Menjaga aktivitas fisik secara rutin tak hanya membantu mempertahankan berat badan ideal atau menurunkan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan risiko berbagai penyakit serius seperti jantung, diabetes, stroke, hipertensi, osteoporosis, dan jenis kanker tertentu. Selain itu, aktivitas fisik juga terbukti efektif dalam mengurangi stres dan memperbaiki suasana hati. Sebaliknya, gaya hidup pasif atau sedenter justru meningkatkan risiko masalah kesehatan tersebut.
Bagi individu dengan berat badan berlebih atau obesitas, olahraga menjadi komponen penting dalam gaya hidup sehat. Aktivitas fisik tidak hanya membakar kalori dan mengurangi lemak viseral, tetapi juga membantu membentuk massa otot dan menjaga semangat untuk terus memilih kebiasaan sehat.
Namun, muncul pertanyaan: adakah waktu terbaik dalam sehari untuk berolahraga demi hasil yang lebih optimal?
Sebuah studi dari University of Sydney, Australia, yang dipublikasikan dalam Diabetes Care pada 10 April 2024, memberikan temuan menarik: berolahraga pada malam hari mungkin memberikan manfaat lebih besar, khususnya bagi mereka yang ingin memperbaiki komposisi tubuh.
Penelitian ini melibatkan hampir 30.000 orang berusia di atas 40 tahun dengan kondisi obesitas, termasuk sekitar 3.000 di antaranya yang menderita diabetes tipe 2. Para peserta dipantau selama hampir delapan tahun dan diminta menggunakan alat pelacak aktivitas fisik untuk mengetahui kapan mereka paling aktif melakukan olahraga aerobik sedang hingga berat—yakni aktivitas yang memacu pernapasan dan detak jantung.
Berdasarkan waktu aktivitas utama mereka, peserta dikelompokkan ke dalam tiga kategori: pagi hari, siang/sore, dan malam hari (pukul 18.00 hingga 24.00). Peneliti juga memperhatikan seberapa sering aktivitas fisik dilakukan, dengan setiap sesi berdurasi minimal tiga menit dihitung sebagai satu periode.
Hasil analisis menunjukkan bahwa peserta yang paling sering berolahraga pada malam hari memiliki risiko kematian dini paling rendah, baik dari semua penyebab maupun khususnya akibat penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke, serta penyakit mikrovaskular.
Yang menarik, frekuensi aktivitas sedang hingga berat ternyata lebih berpengaruh terhadap hasil kesehatan dibandingkan dengan total durasi olahraga sepanjang hari.
Meski begitu, Dr. Matthew Ahmadi selaku salah satu peneliti utama, menekankan bahwa studi ini bersifat observasional. Artinya, tidak dapat disimpulkan hubungan sebab-akibat secara langsung. Selain itu, aktivitas yang dilakukan peserta tidak terstandarisasi, sehingga tidak diketahui secara spesifik bentuk olahraga apa yang mereka lakukan.
Dr. Ahmadi juga mengingatkan bahwa ada kemungkinan sebagian peserta sudah memiliki kondisi kesehatan tertentu yang memengaruhi tingkat aktivitas fisik mereka.