Info

Ijazah Jokowi Diserahkan KPU, Kuasa Hukum Roy Rismon Tifa Sebut Ada Bagian Ditutup Tinta Hitam

×

Ijazah Jokowi Diserahkan KPU, Kuasa Hukum Roy Rismon Tifa Sebut Ada Bagian Ditutup Tinta Hitam

Sebarkan artikel ini

INFO24.ID – Ada cap, ada tanda tangan, tapi juga ada bagian yang ditutup dengan tinta hitam. Nomor ijazah, tanggal lahir, hingga tanda tangan rektor kabur di balik garis buram. Hal itu diungkap secara blak-blakan oleh kuasa hukum Roy Rismon Tifa (RRT), Abdullah Alkatiri.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menyerahkan salinan fotokopi ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada tim hukum RRT, setelah permintaan resmi mereka diajukan beberapa waktu lalu. Langkah tersebut memunculkan berbagai tanggapan, termasuk dari Alkatiri yang menilai masih terdapat sejumlah kejanggalan dalam dokumen itu.

Dalam siniar yang disiarkan melalui kanal YouTube Refly Harun Official, Alkatiri menjelaskan bahwa KPU mengundang tim hukum RRT untuk mengambil salinan fotokopi ijazah Jokowi.

“Kami diterima oleh petugas PPID KPU. Mereka menyerahkan salinan fotokopi ijazah, namun ada beberapa bagian yang ditutup, seperti tanggal lahir, nomor ijazah, dan tanda tangan rektor maupun dekan,” ujarnya, dikutip pada Ahad, 5 Oktober 2025.

Menurut Alkatiri, ukuran dokumen yang diberikan juga tidak sesuai dengan format normal dan tidak disertai verifikasi langsung ke Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku penerbit.

“Kami heran, dokumen penting seperti ini tidak diverifikasi ke UGM. Mereka hanya percaya karena sudah dilegalisir,” tambahnya.

Ia juga mengungkap bahwa tidak semua KPU daerah bersikap terbuka. Sebagai contoh, KPU DKI Jakarta menolak memberikan salinan serupa dengan alasan bertentangan dengan pasal 17H Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Kami menduga KPU pusat ingin menguji reaksi publik terlebih dahulu,” ujar Alkatiri.

Lebih lanjut, ia menyinggung adanya beberapa versi salinan ijazah yang beredar di publik sejak 2019. Menurutnya, dokumen yang diterima dari KPU pusat mirip dengan salinan yang pernah diunggah oleh aktivis Dian Sandi, tetapi bisa menimbulkan pertanyaan bila ditemukan perbedaan antarversi.

“Kalau dibandingkan, bentuknya mirip dengan yang diunggah oleh Dian Sandi. Tapi jika ada perbedaan antara versi KPU pusat, KPU daerah, atau dokumen Pilpres 2014 dan 2019, berarti ada kejanggalan yang harus ditelusuri,” tegasnya.

Ia menambahkan, bila ditemukan perbedaan substansial antarversi dokumen, hal itu dapat termasuk dalam kategori penggunaan dokumen palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan 264 KUHP.

Menanggapi desakan agar Roy Rismon Tifa ditangkap atas dugaan penyebaran informasi palsu, Alkatiri menilai langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum.

“Advokat dilindungi undang-undang. Selama berbicara atas nama klien dan perkara yang sah, itu bukan tindak pidana,” ujarnya.

Pihaknya kini berencana melakukan audiensi ke sejumlah lembaga, termasuk DPR RI dan Ombudsman, guna menindaklanjuti dugaan penyimpangan prosedural oleh KPU dan aparat kepolisian.

“Kami sudah diterima satu fraksi di DPR, dan mereka berjanji akan menindaklanjuti melalui rapat dengar pendapat,” jelasnya.

Dalam kesempatan lain, Alkatiri juga menyinggung pelarangan seminar di Malang yang menghadirkan Roy Suryo dan dr. Tifa. Ia mengaku telah berkoordinasi dengan aparat setempat agar acara tetap berjalan aman.

“Kami sampaikan bahwa kegiatan itu konstitusional dan dilindungi pasal 28E UUD 1945. Akhirnya kegiatan berlangsung lancar tanpa gangguan,” katanya.

Menutup perbincangan, Alkatiri menegaskan bahwa seluruh langkah yang ditempuh pihaknya bertujuan menegakkan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

“Kami berharap lembaga-lembaga negara bertindak profesional dan transparan agar masyarakat merasa aman dan percaya terhadap penegakan hukum di bawah pemerintahan baru,” ujarnya.