INFO24.ID – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa keputusan menunda sementara pencairan dana hibah untuk pesantren diambil demi memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar warga Jawa Barat.
Meski mendapat sorotan dari beberapa anggota DPRD, Dedi mengaku siap menerima kritik demi kesejahteraan masyarakat.
“Biar saya dihujat atau dikritik DPRD, tidak masalah. Yang penting rakyat Jawa Barat tetap tersenyum,” kata Dedi saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat malam 25 April 2025.
Menurut Dedi, langkah realokasi dana hibah ini bertujuan untuk mengefisienkan belanja daerah. Sebelumnya, pemangkasan juga telah dilakukan terhadap berbagai pos anggaran, termasuk anggaran operasional gubernur dan sejumlah dinas, demi dialihkan untuk kebutuhan esensial masyarakat.
“Anggaran untuk gubernur dan dinas-dinas kita kurangi supaya bisa dialihkan ke kebutuhan pokok seperti perbaikan jalan, pembangunan rumah, penyediaan listrik, penanganan bencana, hingga bantuan bagi korban penggusuran,” jelasnya.
Dedi menambahkan, ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat saat ini menjadi hal yang sangat mendesak, dan ia berharap semua pihak dapat memahaminya.
Dalam kesempatan tersebut, Dedi mempertanyakan kerasnya kritik dari anggota DPRD, mengingat anggaran legislatif tidak ikut dipotong.
“Yang seharusnya protes itu kepala dinas karena anggarannya dikurangi. DPRD justru tidak kita ganggu,” tegasnya.
Lebih jauh, Dedi menjelaskan bahwa penundaan hibah, termasuk untuk pesantren, dilatarbelakangi prinsip kehati-hatian.
“Saya perlu mengevaluasi kebijakan hibah sebelumnya. Ada banyak data tidak valid, bahkan ada yayasan baru yang tidak jelas tiba-tiba mendapatkan hibah. Selain itu, penyaluran hibah juga terpusat di wilayah tertentu seperti Tasikmalaya dan Garut, yang tidak mencerminkan asas keadilan,” papar Dedi.
Ia menegaskan, penundaan ini bukanlah pembatalan, melainkan akan dilanjutkan kembali melalui APBD perubahan yang direncanakan pada Juli mendatang.
“Saya tidak mau jadi gubernur yang gegabah, menandatangani SK hibah tanpa verifikasi. Hibah ini hanya ditunda, bukan dihapus. Saya butuh waktu untuk memastikan penyalurannya tepat sasaran,” katanya.
Dedi juga menyoroti adanya indikasi penyalahgunaan dana hibah di masa lalu.
“Kalau dilakukan audit untuk empat tahun ke belakang, saya yakin banyak yang bermasalah. Saya tidak mau terseret kasus karena menandatangani SK hibah yang keliru. Banyak kepala daerah lain yang terjerat gara-gara itu,” ujarnya.
Siap Membuka Data Jika Diperlukan
Demi menjaga transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran, Dedi siap menghadapi risiko politik.
“Saya lebih baik dicaci, asalkan kebijakan yang saya buat benar dan membawa manfaat bagi masyarakat,” tuturnya.
Namun, Dedi memperingatkan bahwa jika serangan terhadapnya semakin keras, ia siap membuka data hibah sebelumnya.
“Saya biasanya tidak mau membuka-buka masalah, karena sebagai birokrat itu kurang etis. Tapi kalau terpaksa, saya akan lakukan,” pungkas Dedi.
Kritik dari DPRD
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, mengkritik keputusan tersebut. Menurutnya, langkah Dedi Mulyadi mengabaikan aspirasi masyarakat dan mencederai prinsip kolaborasi.
“Keputusan penghapusan ini mengabaikan aspirasi rakyat dan melukai semangat musyawarah,” ujar Ono di Bandung, dikutip dari Antara, Jumat (25/4/2025).
Politikus PDI-P tersebut juga menyesalkan penghapusan sejumlah program yang diajukan masyarakat dalam APBD tanpa melalui diskusi bersama DPRD, termasuk bantuan untuk organisasi kemasyarakatan serta usulan dari berbagai daerah.
“Kalaupun ada ponpes yang mendapatkan hibah karena faktor kedekatan politik, itu hal yang wajar, sebagaimana gubernur menjanjikan bantuan ketika berkunjung ke daerah,” katanya.
Ono menekankan bahwa bila ditemukan lembaga penerima hibah yang tidak layak, seharusnya dilakukan verifikasi ketat, bukan langsung mencoret tanpa konsultasi dengan DPRD atau pihak terkait.
Ia juga menilai bahwa prinsip pembangunan kolaboratif berbasis Pancasila dan nilai kearifan lokal Sunda, seperti Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh, belum sepenuhnya diimplementasikan dalam pengelolaan anggaran Pemprov Jabar.