Opini

Tahun Baru, Momentum Muhasabah, Bukan Tasyabuh

×

Tahun Baru, Momentum Muhasabah, Bukan Tasyabuh

Sebarkan artikel ini

INFO24.ID – Penanggalan Masehi di depan mata. Seminggu bahkan sebulan sebelumnya, sebagian orang disibukkan dengan prepare malam tahun baru. Bagi yang mencari momen bagus di pergantian tahun, mereka pergi ke tempat-tempat wisata untuk nge-camp. Sedangkan mereka yang standby di rumah sibuk prepare menu bakaran untuk menyambut tahun baru. Beberapa komoditi di pasaran yang laku pesat menjelang malam tahun baru diantaranya; jagung, ayam, aneka frozen food, minuman berwarna, dan lainnya.

Tak ketinggalan setiap malam pergantian tahun jalanan ramai dipadati oleh orang-orang yang menunggu pukul 00.00, langit dihiasi kembang api, bunyi terompet di mana-mana, dan hitung mundur menjadi ritual detik-detik menuju pergantian tahun. Tahun Baru Masehi seakan menjadi momentum wajib dirayakan.

Sebagai seorang Muslim yang memiliki keimanan kuat, seharusnya kita tidak lantas ikut-ikutan merayakan tahun baru. Sebab, seorang yang beriman ketika melakukan perbuatan senantiasa berhati-hati. Apakah sesuai dengan syariat atau malah bertentangan?

Islam adalah agama yang menjaga jati diri umatnya. Rasulullah saw. mengingatkan, “Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini seharusnya dipahami dan diamalkan oleh umat muslim. Sehingga bisa dijadikan landasan dalam menyikapi tradisi yang bukan berasal dari Islam. Perayaan tahun baru Masehi bukanlah berasal dari IsIam, tetapi lahir dari sejarah dan ritual peradaban Barat. Berarti jika seorang muslim mengikuti apa yang menjadi tradisi Barat, ia sudah tasyabuh. Tasyabbuh merupakan aktifitas meniru kebiasaan, simbol, atau perayaan yang menjadi ciri khas kaum lain, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan hadharah (berkaitan dengan akidah) suatu kaum.

Mirisnya, tak sedikit dari umat muslim yang merayakannya. Mereka mengistimewakan, dan menjadikannya sebagai simbol kebahagiaan. Sampai-sampai aktivitas tersebut melalaikan shalat, dzikir, dan kewajiban lain sebagai hamba Allah. Waktu yang seharusnya bernilai amal justru habis dalam kesia-siaan.

Di pergantian tahun Masehi ini tak perlu perayaan dan ritual, tapi jadikan sebagai momen muhasabah, evaluasi amal, dan tekad kuat untuk memperbaiki diri. Karena sejatinya setiap detik adalah kesempatan yang Allah berikan untuk memperbanyak amal ibadah. Sudahkah selama 365 hari yang kita lewati adalah ketaatan atau justru kemaksiatan?

Hidup di dunia yang melenakan jiwa, membuat sebagian orang tak sadar bahwa umur terus berkurang, sementara amal belum tentu bertambah. Padahal Allah bersumpah dengan waktu dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr ayat 1-3. Dimana surat ini memberi isyarat bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali mereka yang beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Maka, tak ada hitung mundur waktu, jika hanya membuat ketaatan kita mundur.

Ketika seorang muslim tidak ikut merayakan bukan berarti anti sosial, melainkan bentuk kesadaran akan identitas. Mereka akan lebih mulia jika mengisinya dengan dzikir, doa bersama, membaca al-qur’an, tidak begadang.

Yuk jadikan tahun baru sebagai momentum muhasabah, bukan tasyabuh. Momen taubat, bukan ikut-ikut. Momen memperbaiki arah hidup, bukan sekadar mengganti angka. Sebab yang paling kita butuhkan bukan tahun yang baru, melainkan hati yang baru, yang lebih tunduk dan taat kepada Allah.

Wallahu a’lam.

Oleh : Yayat Rohayati