INFO24.ID – Empat warga negara (WN) Bangladesh nekat membayar hingga Rp70 juta per orang kepada seorang penyelundup agar bisa menyeberang ke Malaysia lewat jalur laut.
Namun rencana itu gagal total. Mereka justru terjaring petugas Imigrasi Tasikmalaya setelah kedapatan menginap tanpa membayar di sebuah hotel di Kecamatan Cikelet, Garut.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Tasikmalaya, Indra Bangsawan, menjelaskan bahwa penangkapan berawal dari laporan pihak Kesbangpol Garut pada Jumat 26 September 2025.
Petugas Trantibum Kecamatan Cikelet bersama Polsek Cikelet sebelumnya telah mengamankan empat pria berinisial R, A, HA, dan SM karena tidak bisa menunjukkan dokumen perjalanan maupun izin tinggal.
“Begitu kami menerima laporan tersebut, tim langsung diterjunkan untuk menindaklanjuti dan mengamankan mereka,” kata Indra dalam keterangan tertulis, Selasa 7 Oktober 2025.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa keempat WNA itu tidak tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) dan masuk ke Indonesia tanpa pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Mereka mengaku berangkat dari Bangladesh menggunakan kapal layar tradisional, menempuh perjalanan laut selama 10 hari, dan mendarat di salah satu pesisir Pulau Sumatera.
Selama perjalanan, keempatnya difasilitasi oleh seorang warga negara Rohingya yang disebut membantu atas dasar kemanusiaan. Setelah tiba di Sumatera, mereka dijemput oleh warga lokal dan tinggal lima hari di dekat lokasi kapal bersandar, sebelum diarahkan menuju Jakarta dengan bus dari Terminal Pekanbaru, dan akhirnya menuju Garut menggunakan taksi.
“Tujuan mereka sebenarnya Malaysia, bukan Indonesia. Tapi karena rute penyelundupan melibatkan beberapa negara, mereka transit dulu di wilayah Indonesia,” ujar Indra.
Menurut Indra, selain tidak memiliki dokumen perjalanan, keempatnya juga melanggar Pasal 119 ayat (1) dan Pasal 113 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Saat ini, mereka telah dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa kewajiban tinggal di tempat tertentu sambil menunggu proses deportasi.
Imigrasi Tasikmalaya kini memperkuat pengawasan terhadap pergerakan orang asing melalui Tim Pengawasan Orang Asing (TIMPORA) dan menggandeng masyarakat lewat program desa binaan imigrasi untuk mencegah pelanggaran serupa.
“Kami sudah punya pola pengawasan aktif dan jaringan masyarakat yang rutin memberikan informasi. Kami tegaskan, jangan coba-coba menyalahgunakan aturan keimigrasian,” tutup Indra.