INFO24.ID – Sebuah video di Instagram menampilkan hewan mirip kalajengking yang menarik perhatian warganet. Hewan tersebut memiliki tubuh panjang berwarna coklat gelap kehitaman dengan capit besar di bagian depannya.
“Ini sekilas mirip kalajengking, tapi coba perhatikan. Ekor kalajengking itu melengkung, beruas, dan memiliki sengat tajam. Sedangkan yang ini ekornya panjang dan tipis seperti cambuk,” tulis akun @se***** pada Selasa (13/5/2025).
Hewan dalam video itu diketahui bernama ketonggeng, yang hidup di alam liar seperti area persawahan, meski kadang memasuki pemukiman manusia saat mencari mangsa.
Kemiripannya dengan kalajengking memunculkan pertanyaan: apakah ketonggeng berbahaya seperti kalajengking, dan bagaimana cara mengusirnya?
Menurut Sukirno, dosen dan pakar serangga dari Universitas Gadjah Mada, ketonggeng – yang di beberapa daerah disebut ketus atau kepitus – memang masih berkerabat dengan kalajengking karena sama-sama termasuk Klasis Arachnida, tetapi berasal dari ordo berbeda.
“Ketonggeng (vinegaroon) masuk Ordo Thelyphonida, sedangkan kalajengking termasuk Ordo Scorpiones,” jelas Sukirno saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/7/2025).
Ketonggeng dikenal juga sebagai “kalajengking cambuk” karena ekornya yang panjang menyerupai cambuk, berbeda dengan kalajengking yang memiliki sengat beracun di ujung ekornya.
“Kalau kalajengking memiliki kelenjar bisa atau venom di ujung posterior abdomennya, ketonggeng hanya memiliki filamen seperti jarum atau cambuk tanpa kelenjar bisa,” lanjut Sukirno.
Walaupun tidak berbisa, ketonggeng memiliki mekanisme pertahanan diri yang unik. Ketika terancam, ia akan menyemprotkan cairan asam asetat (vinegar) dan asam oktanoat yang berbau tajam seperti cuka, sehingga dijuluki vinegaroon.
“Ketonggeng tidak berbisa dan tidak bisa menggigit, hanya mencapit. Cairan asam cuka yang disemprotkannya bisa menyebabkan rasa gatal atau panas seperti terbakar di kulit,” jelas Sukirno.
Secara umum, ketonggeng tidak berbahaya bagi manusia. Namun, kontak langsung tetap perlu dihindari karena capitnya cukup kuat dan cairan asamnya dapat menimbulkan iritasi ringan.
Ketonggeng biasanya hidup di area lembap seperti tepi sungai, saluran irigasi, sawah, dan kolam. Ia aktif di malam hari dan memangsa ikan kecil, berudu, atau serangga hama, sehingga juga berperan sebagai bioindikator kualitas air karena hanya hidup di lingkungan bersih dan bebas polusi.
Untuk mencegah ketonggeng masuk rumah, pastikan kebersihan dan kelembapan lingkungan terjaga. Menurut Sukirno, ketonggeng menyukai tempat lembap dengan banyak mangsa seperti cacing, ikan kecil, jangkrik, kaki seribu, dan jenis arthropoda lain.
Selain itu, menutup rapat celah di dinding dan pintu juga dapat mencegah hewan ini masuk. Jika memiliki kolam atau taman air, bersihkan secara rutin dan pastikan mendapat pencahayaan yang cukup.
Jika menemukan ketonggeng di rumah, tidak perlu panik atau membunuhnya. Gunakan sapu atau karton untuk memindahkannya ke luar.
“Ketonggeng tidak berbahaya, jadi cukup gunakan sapu atau karton untuk mengeluarkannya dari rumah,” kata Sukirno.
Namun, jika kulit terkena semprotan cairannya, segera bersihkan dengan sabun dan air mengalir. Apabila muncul reaksi iritasi atau gejala lain, disarankan segera memeriksakan diri ke dokter.